Sejarah dan Latar Belakang

Perjalanan Panjang

Enam belas tahun lalu, tepatnya pada bulan Agustus 2002 Mas Hermawan (Hermawan K. Dipojono, waktu itu Ketua Umum Badan Pelaksana YPM Salman ITB) mengangkat Tim Manajemen di YPM Salman ITB yang akan bertugas selama dua tahun. Ia mengamanahkan kepada tim tersebut untuk menuntaskan beberapa agenda penting yang harus ditunaikan. Salah satu agenda terpenting yang ia amanahkan adalah membuat jaringan kerja sama antar masjid kampus di Indonesia. Ada sedikit keraguan untuk menerima amanah ini. Selain karena pasti tidak mudah untuk membentuk jaringan di antara masjid kampus, juga tim manajemen memiliki amanah untuk menyelesaikan tugas-tugas internal di Masjid Salman yang juga cukup berat untuk diemban.

Dari mana harus memulainya… ?

Maka dibentuklah tim untuk merumuskan masalah ini yang ditanggungjawabi oleh Manajer Umum YPM Salman ITB, Samsoe Basaroedin dan dimotori oleh Syamril, ST seorang pria kelahiran Pinrang yang waktu itu menjabat sebagai Manajer Bidang Da’wah dan Pelayanan Jama’ah di YPM Salman ITB. Tim ini merumuskan konsep Jaringan Masjid Kampus Indonesia (JMKI) yang sedianya akan dilokakaryakan pada Bulan Juni 2003. Sosialisasi lokakarya di tingkat internal dan eksternal Salman dilakukan. Dukungan pun mengalir. Tak kurang dari Prof. Nurcholis Madjid, KH. Hasyim Muzadi dan Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif memberikan dukungan. Kentalnya isu pemberantasan Korupsi yang menjadi komitmen duo organisasi Islam terbesar di Indonesia NU dan Muhammadiyah turut menyemangati Lokakarya JMKI yang dapat menjadi pressure group terhadap pemerintah untuk memberantas KKN.

Adalah tidak mudah untuk menurunkan konsep ini ke tingkat aksi, terlebih karena waktu yang hanya 10 bulan dan beban tugas internal yang semakin berat seiring dengan pembenahan manajemen internal Salman. Akhirnya acara ini gagal terlaksana pada bulan Juni 2003 dan direncanakan untuk diundurkan ke Bulan Nopember 2003 (Bulan Ramadhan 1424 H).

Manusia hanya berencana tapi takdir mengatakan lain. Persiapan yang kurang matang, sosialisasi internal dan eksternal yang belum memadai, dan persiapan program Ramadhan yang cukup melelahkan adalah apologi yang logis atas tertundanya Lokakarya JMKI. Kesibukan sang motor penggerak menyebabkan adanya pembagian peran dengan Eri Marawijaya sebagai Manajer Bidang Pembinaan dan Kaderisasi di YPM Salman ITB. Kontak ke Pak Muslimin Nasution (ICMI), Menag RI, dan Dewan Masjid Indonesia telah dilakukan, tetapi akhirnya acara tidak dapat berjalan. Walaupun demikian acara ini tidak digagalkan sepenuhnya tapi coba diganti dengan acara pelatihan bagi kader masjid kampus di Jawa Barat. Maka diselenggarakanlah acara Pelatihan Kepemimpinan Politik Umat untuk kader masjid kampus se-Jawa Barat, yang dilaksanakan pada tanggal 15 – 16 Nopember 2003 dan diikuti oleh 84 orang peserta. Acara ini diharapkan akan menjadi batu loncatan untuk mewujudkan Lokakarya JMKI.

Sesi yang tak kalah menarik dan sayang apabila tidak diungkap adalah sesi dialogis antara Salman ITB sebagai inisiator Lokakarya JMKI dengan FS-LDK. Sejak awal rencana Lokakarya JMKI, Salman ITB berusaha merangkul GAMAIS ITB yang merupakan anggota KOMNAS FS-LDK untuk ikut terlibat dalam kepanitiaan awal. Hal ini dengan harapan nantinya ada sinergi yang intens antara JMKI dengan FS-LDK. Dialog-dialog terus dilakukan guna menelusuri dan mendefinisikan apabila nantinya JMKI terbentuk maka bagaimana posisi dan kerjanya agar dapat sinergi dengan FS-LDK, hal ini dilakukan karena KARISMA Salman ITB termasuk perintis berdirinya FS-LDK di Yogyakarta tahun 1983 sebelum berdirinya GAMAIS ITB. Dialog berikutnya adalah dengan KOMNAS FS-LDK lainnya seperti dengan LDK UNMUL Samarinda, LDK UNS Solo, dan LDK ITS Surabaya. Proses dialogis yang terjadi cukup hangat, dan akhirnya PUSKOMNAS FS-LDK memberikan rekomendasi untuk mengirimkan tiga lembaga yaitu dari GAMAIS ITB, LDK UNS Solo, dan LDK UI. Hal ini tentunya adalah sesuatu yang positif mengingat pentingya sinergi dalam pengembangan da’wah di kampus antara masjid dengan aktivis da’wahnya, walaupun pada sebagian kampus hal ini bukanlah masalah, karena pengelola LDK adalah juga ta’mir masjid.

Konsep Lokakarya JMKI dikaji kembali. Maka digagaslah konsep Kongres Nasional Masjid Kampus Indonesia sebagai jembatan untuk mewujudkan jaringan kerjasama antar masjid kampus di Indonesia. Acara ini direncanakan akan berlangsung Maret 2004, sebelum masa kampanye pemilu legislatif. Maka dilakukanlah sosialisasi awal. Beberapa pengurus Salman ITB yang sedang bertugas ke luar kota diharapkan menyosialisasikan program ini. Maka tak kurang dari UGM Yogyakarta, ITS Surabaya, UNEJ Jember, UNMUL Samarinda, UMMI Makasar, UI Salemba Jakarta, IPB Bogor, dan UNHAS Makasar telah terkontak. Berbagai ide, dukungan, dan saran terus mengalir. Beberapa orang yang ditugaskan untuk roadshow adalah Samsoe Basaroedin, Eri Marawijaya, Iman Abdullah, Syamril, Iyus, Supri Haryanto, Lina, dan Sudarmono. Tetapi karena iklim perpolitikan yang sedang “menghangat” dan sarat akan berbagai kepentingan maka akhirnya diputuskan untuk menunda pelaksanaannya setelah acara pemilu legislatif yaitu tanggal 20 – 22 Mei 2004. Akhirnya tanggal ini pun dirasa kurang tepat karena berbarengan dengan acara FORUM REKTOR di Yogyakarta dan juga di berbagai perguruan tinggi masih melangsungkan UAS. Maka akhirnya ditetapkanlah tanggal 29 – 30 Mei 2004 Kongres Nasional Masjid Kampus Indonesia I akan diselenggarakan.

Maka dimulailah persiapan-persiapan teknis. Roadshow berkeliling Pulau Jawa, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan dilakukan. Sedianya berkeliling Sumatera juga akah dilakukan, tetapi karena keterbatasan waktu maka acara tersebut tidak terlaksana. Selebihnya undangan dikirim melalui pos. Draft rancangan isi persidangan pun dipersiapkan sebaik-baiknya.

Kongres yang berlangsung selama dua hari, tanggal 29-30 Mei 2004, di Masjid Salman ITB ini mengangkat tema Peran Masjid Kampus dalam Mewujudkan Kepemimpinan Bangsa yang Bersih dan Bervisi Menuju Masyarakat Madani.

Dengan keyakinan pentingnya masjid kampus dalam melahirkan calon cendikiawan dan calon pemimpin bangsa, penyelenggaraan kongres bertujuan untuk mengembangkan peran masjid kampus sebagai wadah pembangunan peradaban Islam di Nusantara, membangun jaringan kerja sama terpadu antar masjid kampus di Indonesia, merumuskan peranan masjid kampus Indonesia dalam mewujudkan kepemimpinan bangsa yang bersih dan bervisi menuju masyarakat madani dan memadukan potensi masjid kampus dengan potensi umat Islam, baik potensi lokal, nasional maupun internasional.

Kongres diikuti 200 peserta yang merupakan perwakilan dari 85 masjid kampus perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Mereka adalah pengurus DKM, takmir masjid kampus, pengurus yayasan masjid kampus dan aktivis mahasiswa Lembaga Dakwah Kampus. Kongres juga dihadiri peserta dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan LSM sebagai peninjau.

Sejumlah tokoh Islam mendukung penyelenggaraan kongres ini, diantaranya Prof. Dr. Ahmad Sutarmadi (Ketua Dewan Masjid Indonesia Pusat), Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif (PP Muhammadiyah), Dr. KH. Miftah Faridl (Ketua Umum MUI Kota Bandung dan Direktur PUSDAI Jawa Barat), Dr. Ir. Muslimin Nasution, APU (ICMI Pusat) dan Prof. Marlis Rahman (Ketua Forum Rektor).

Dalam kongres ini ditetapkan pula program dasar AMKI dalam rangkat mengoptimalkan peran masjid kampus dalam membangun masyarakat menuju masyarakat madani yang adil dan sejahtera. Program dasar yang menjadi pedoman umum memuat sejumlah fokus kegiatan. Di bidang pemberdayaan pendidikan, anggota AMKI memberi bantuan beasiswa untuk aktivis masjid kampus yang berprestasi dan kurang mampu, melaksanakan kegiatan pengembangan seni dan budaya Islam serta kegiatan memfasilitasi imtaq dan iptek, membuat sistematika tema untuk khotbah Jumat, sistem mentoring, menyelenggarakan pendidikan untuk anak kurang mampu, membangun perpustakaan masjid dan lembaga bahasa asing.

Program dasar AMKI yang menyangkut pemberdayaan ekonomi di antaranya, pengelolaan zakat, infak dan shadaqah, pendirian koperasi, pengkajian, pembinaan dan bimbingan untuk pengusaha kecil dan menengah, menyelenggarakan Baitul Maal masjid kampus, membangun jaringan ekonomi masjid kampus, mengadakan pelatihan kewirausahaan untuk aktivis masjid kampus dan mengelola penerbitan.

Beberapa bulan setelah dibentuk, AMKI bersama YPM Salman ITB, Keluarga Alumni Salman ITB dan Ta’mir Masjid Jami’ Darussalam Universitas Syah Kuala, Banda Aceh membuka posko kemanusiaan serta merenovasi masjid, mushala dan madrasah pasca gempa dan tsunami tahun 2004.

Pada tahun 2006, AMKI menerbitkan Majalah Mihrab, DVD Mihrab-Mihrab Intelektual. AMKI bekerja sama dengan Indosat membuka Layanan Informasi AMKI (SMS 7788).

Bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada bulan Desember 2009, AMKI mengadakan pelatihan Kepemimpinan Ta’mir Masjid Kampus di enam kota yaitu Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar dan Medan.

Selanjutnya pada bulan November 2012, masih bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti Kemendikbud), khususnya dengan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, AMKI menggelar Semiloka Pengembangan Karakter Mahasiswa Berbasis Masjid Kampus di Jakarta. Pada saat yang sama diselenggarakan lokakarya yang diikuti 130 peserta.

Dalam acara tersebut, pengalaman Masjid Salman ITB menjadi materi utama untuk menyusun konsep pengembangan karakter mahasiswa sebagai pengejewantahan tujuan pendidikan Nasional. Lokakarya menghasilkan dua buah buku yaitu Buku Kutbah Jumat Inspiratif Masjid Kampus dan Buku Panduan Mentoring Mahasiswa di Masjid Kampus.

Pada bulan Juni 2014, AMKI menggelar Lokakarya Nasional Pengembangan Kegiatan Masjid Kampus dengan tema Peran Serta Masjid Kampus dalam Membangun Karakter Mahasiswa untuk Peradaban Indonesia yang Unggul. Kegiatan yang bekerja sama dengan Direktorat Kelembagaan dan Kerja Sama, Dirjen Dikti Kemendikbud ini diikuti 285 peserta yang merupakan ta’mir Masjid Kampus se Indonesia.

Berdasarkan pengalaman masjid-masjid kampus di Indonesia, lokakarya menghasilkan empat konsep utama yaitu mentoring mahasiswa berbasis masjid kampus, rumah bina karakter, khutbah Jumat Tematik Ihwal pengembangan karakter mahasiswa dan pengelolaan zakat melalui jejaring masjid kampus.

Rumah/Asrama Bina Karakter adalah asrama kampus, asrama masjid kampus, asrama masjid jami’ atau rumah kos bersertifikasi sebagai bagian dari pembinaan karakter mahasiswa secara komprehensif. Selain di masjid kampus, pembinaan mahasiswa menjadi insan tauhid, berakhlakul karimah, progresif dan kontributif harus pula dilakukan di tempat tinggal mereka. Pembentukan dan pengelolaan Rumah Bina Karakter dijabarkan secara rinci dalam sebuah panduan yang disusun oleh tim dari Masjid Salman ITB.

Sebuah konsep yang dimaksudkan untuk memperkuat posisi masjid kampus sebagai pengelola dana umat berupa zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISKAF) adalah konsep sinergi zakat melalui jejaring masjid kampus. Sebuah buku pedoman berisi pengalaman dan terobosan yang dilakukan sejumlah masjid kampus dalam menghimpun dan mengelola dana ZISKAF khususnya yang berasal dari alumni, dituliskan.

Dalam bidang Kaderisasi, Latihan Mujtahid Dakwah AMKI diselenggarakan pada tahun 2015. Kegiatan yang digelar di Bandung pada bulan Februari 2015 ini diikuti 69 mahasiswa S1 dari 28 perguruan tinggi di Indonesia.

Pada bulan April 2017, kembali digelar Latihan Mujtahid Dakwah Nasional AMKI. Mahasiswa S1 kader masjid kampus yang mengikuti kegiatan ini mencapai 100 orang, berasal dari 52 masjid kampus di 22 provinsi.

Setelah rentang waktu, 13 (tiga belas) tahun, akhirnya Kongres Nasional AMKI yang ke 2 diselenggarakan di Semarang.

Kongres Nasional ke 2 ini berlangsung tanggal 7 – 10 September 2017. Bertindak selaku tuan rumah Masjid Kampus UNDIP, dengan mengusung tema “Peran Masjid Kampus dalam Merekatkan Kesatuan Bangsa dan Melahirkan Pemimpin Nasional Berkarakter Unggul”. Diikuti oleh ratusan peserta dari berbagai masjid-masjid kampus seluruh Indonesia. Secara aklamasi, terpilih sebagai Ketua Umum AMKI Perioda 2017 – 2021, Prof. Ir. Hermawan Kresno Dipojono, MSEE, Ph.D.