Refleksi & Muhasabah .

Rubrik Amki

MERAWAT KEIMANAN Men-TAUHID-kan ALLAH .

Apalah artinya keimanan dan perjuangan dakwah
bertahun-tahun , sekiranya kita tergoda murtad keluar dari jalur tauhiduLlah ?
Barangkali kita ( sok yakin ) : tak mungkinlah , mustahil bagiku. Aku gak mungkin murtad.

Ikhwan dan akhwat seperjuangan : tak ada yang mustahil di kolong langit ini.

Ingatkah kita akan kisah seorang mujahid di generasi tabi’in yang hafal al Qur’an 30 juz , pejuang medan perang melawan pasukan Romawi. Jatuh murtad karena jatuh cinta kepada seorang gadis Romawi yang jelita.
Meninggalkan iman tauhid , meyakini trinitas hingga akhir hayatnya. Wafat dalam keadaan syirik. Hilang hafalan dan keyakinan Qur’annya , menguap tak berbekas .

Kisah tersebut dapat dibaca di dalam kitab Al Bidayah wa an Nihayah , karya Imam Ibnu Katsir , yang meriwayatkannya dari Imam Ibnu Jauzi.
Pemuda hafizh Al Qur’an tersebut tidak disebutkan nama jelasnya. Hanya disebut sebagai salah seorang murid dari Abdah bin ‘Abdurrahim , seorang shalih di generasi tabi’in.
Abdah bin ‘Abdurrahim ini adalah guru Imam An Nasa-i.
( Abdah bin ‘Abdurrahim wafat pada tahun 244 Hijriyah ).

Apalah arti iman , amal shalih , ‘ibadah dan perjuangan dakwah kita , dibandingkan si pemuda anonim yang hafizh Qur’an dan berjuang di medan perang yang heroik tersebut.

Jadi , sebaiknya kita waspada dan tawadhu’ bahwa tidaklah mustahil setiap muslim bisa terpeleset ke dalam musibah maha dahsyat ini : murtad keluar dari tauhidu-Llah.
Na’udzu bi-Llahi min dzalika.

Berarti kita harus senantiasa berjuang dan merendahdiri memohon kepada Allah SWT agar secara berkesinambungan membimbing kita istiqamah di jalan-Nya.

Boleh jadi terpikir oleh kita bukantah sehari 24 jam minimal 17 kali kita membaca al Fatihah di dalam shalat fardhu 5 waktu , belum lagi di dalam shalat-shalat sunnat kita. Bukankah itu berarti kita selalu memohon hidayah-Nya , guna mengikuti jejak para Nabi , shiddiqin , syuhada dan shalihin.
( tafsir al Fatihah ayat 7 dengan surat an Nisa’ ayat 69 ).

Pada hemat saya , upaya do’a tersurat tersebut — meminjam istilah matematika dan ekonomi — adalah ” syarat perlu ” , namun belum mencakup ” syarat cukup “.

Bahwasanya surat Al Fatihah adalah Ummul Kitab yang mencakup seluruh substansi matan Al Qur’an , adalah suatu preposisi mutlak. Bahkan suatu keniscayaan .

Namun adalah suatu fakta juga bahwa beratus do’a spesifik tersurat di dalam al Qur’an. Bahkan ada yang wajib dibaca sebagai do’a baku di antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad sewaktu kita umrah atau haji , yaitu do’a sapu jagad.

Hemat saya , begitu pun dalam hal memohon istiqamah dan keteguhan hati memeluk keyakinan tauhidu-Llah. Kita perlu semacam ” syarat cukup ” agar diijabah-Nya dalam keteguhan taat kepada-Nya.

Do’a spesifik itu adalah surat Ali ‘Imran ayat 8 :
” Wahai Rabb kami , janganlah Engkau gelincirkan qalbu kami kepada kesesatan , sesudah kami Engkau beri hidayah , dan limpahkanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu , karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ( Rahmat ) “.
Bahkan bisa kita lengkapi dengan do’a spesifik yang diajarkan oleh Rasulu-Llah yang termuat di Kutubus Sittah :
” Wahai Dzat yang membolak-balik qalbu , teguhkanlah qalbu hamba di dalam agama-Mu “.

Maka , janganlah lupa , berdo’alah dengan ke 2 do’a spesifik tersebut di setiap saat setelah menegakkan shalat 5 waktu.
In sya’ Allah .

Salam takzim .
Samsoe Basaroedin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *